Krisis Ekonomi Srilangka
detikjam.com - Belum lama ini Sri Lanka telah dinyatakan 'bangkrut' lantaran ketidakmampuan ekonominya membayar utang luar negeri
Akibat negara Sri Lanka bangkrut dilanda krisis karena utang luar negeri, wewenang presiden bakal dibatasi.
Kabinet Sri Lanka menyetujui perubahan konstitusi yang akan membatasi kekuasaan presiden di tengah krisis akut usai demo menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur.
Penasihat media dari perdana menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe Dinouk Colombage mengatakan, keputusan itu diteken dalam rapat kabinet pada Senin (21/6) lalu.
Draf itu mengizinkan beberapa kekuasaan kembali ke parlemen dan menyerahkan independensi komisi untuk mengambil keputusan penting.
“Amandemen 21 diajukan dan disahkan kabinet hari ini,” ujar Menteri Pariwisata Sri Lanka, Harin Fernando, di Twitter.
Lebih lanjut ia menerangkan, draf itu akan dikirim ke parlemen dan membutuhkan dua pertiga suara anggota untuk disahkan.
Pada Oktober 2020 lalu, Presiden Gotabaya dan Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mereformasi amandemen 21 sehingga memberi presiden kekuasaan besar.
Perubahan tersebut memberikan kewenangan presiden untuk mempertahankan dan memecat menteri-menterinya, serta memberi kewenangan untuk menentukan Pemilu.
Selain itu, perubahan wewenang tersebut juga membuat presiden leluasa mengangkat pejabat pelayan publik, polisi, dan komisi penyidikan suap atau korupsi.
Sri Lanka menerapkan sistem presidensial sejak 1978. Namun pada 2015, konstitusi berubah. Dalam aturan ini, presiden tak lagi diberi banyak kekuasaan dan menyerahkan ke parlemen serta komisi independen.
Persetujuan dari kabinet Sri Lanka muncul usai demo besar-besaran terjadi menuntut Gotabaya mundur imbas krisis ekonomi yang kian memburuk.
Sri Lanka berada dalam kondisi yang memprihatinkan akibat krisis ekonomi dan politik di negara tersebut.
Krisis valuta asing, lonjakan harga makanan, obat-obatan hingga bahan bakar minyak membuat negara itu harus meminjam ke Dana Moneter Internasional (IMF). Sri Lanka juga sudah diklaim sebagai negara bangkrut.
Pada Senin (20/6) lalu, tim IMF tiba di Kolombo bertemu Wickremesinghe guna membahas program pinjaman Sri Lanka. Negara itu diketahui meminta dana pinjaman hingga U$3 miliar atau Rp44 triliun.
Dalam pernyataan resmi, Wickremesinghe mengatakan pihaknya juga akan membahas pinjaman itu dengan pejabat China.
“Dia [Wickremesinghe] juga menyatakan bahwa Sri Lanka telah menantikan untuk membahas restrukturisasi utang dengan China,” jelas pernyataan itu dikutip Al Jazeera.
China juga disebut akan mengirim beras untuk membantu mengatasi krisis pangan.
Menanggapi kondisi di Sri Lanka, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) berencana mengumpulkan dana hingga US$47 miliar atau sekitar Rp696 triliun untuk membantu negara itu. (CNNIndonesia/Red)